Sebagai partner terpercaya dan profesional dalam penyediaan jasa Konsultan di bidang Manajemen Fasilitas Pelayanan Kesehata, Rekam Medis dan Informasi Kesehatan serta Asuransi Kesehatan baik untuk Mitra Pelatihan, Pendampingan / Bimbingan Teknis maupun Penelitian. Kami mempunya beberapa jenis kegiatan yang sudah kami sesuaikan dengan situasi Pandemi Covid-19. Untuk kegiatan yang mengharuskan adanya tatap muka atau kunjungan langsung kami menerapkan Protokol kesehatan secara ketat, sementara kegiatan yang bisa dilaksanakan secara Daring kami memanfaatkan Teknologi Informasi yang sekaligus menjawab tantangan kesiapan kita dalam menghadapi era Industri 4.0
KODING KLINIS & PROSEDUR MEDIS
Dalam pedoman koding menurut WHO, salah satu kegiatan yang harus dilalui seorang koder adalah melakukan analisis terhadap lembar-lembar dokumen rekam medis untuk memastikan jumlah kode yang harus ditetapkan, dan spesifikasinya. Kode klinis yang dibuat harus merepresentasikan keseluruhan permasalahan dan pelayanan yang diberikan, serta menggambarkan proses interaksi antara pemberi layanan dan pasien. Kode diagnosis dan prosedur medis ditetapkan melalui rangkaian kegiatan tatacara koding yang benar dan menerapkan aturan dan pedoman koding yang berlaku.
Pembelajaran Koding Klinis dan Prosedur Medis biasanya kami selenggarakan melalui beberapa kegiatan dengan kurikulum yang berbeda, diantaranya :
- Workshop / Seminar / Focus Group Discussion
- Pelatihan Basic Coding FKTP
- Pelatihan Basic Coding FKTL
- Pelatihan Advanced Coding FKTL
Masing-masing metode pembelajaran memiliki durasi waktu yang berbeda. Selain kegiatan tersebut kita selenggarakan secara mandiri, untuk mendapatkan materi kami terkait Koding klinis dan prosedur medis dapat mengikuti acara yang diselenggarakan oleh pihak lain yang bekerjasama baik dalam penyelenggaraan kegiatan maupun penyediaan jasa konsultan dan narasumber yang kompeten dan professional.
Hubungi Admin untuk Informasi lengkapnya
MANAJEMEN CASEMIX
Dalam Permenkes no 76 th 2016 disebutkan bahwa Pembiayaan kesehatan di era JKN dilakukan melalui Badan Penyelenggara, dengan pola pembayaran prospektif berbasis Case-mix yang bertujuan untuk mendorong peningkatan mutu, layanan berorientasi pasien, dan efisien dengan tidak memberikan reward terhadap provider yang melakukan over treatment, under treatment maupun adverse event. Selain itu terdapat juga Permenkes No 36 Tahun 2015 Tentang Pencegahan Fraud dalam Pelaksanaan Program JKN. Oleh karena itu Rumah Sakit sebagai provider dituntut untuk mampu memberikan layanan yang bermutu, bebas dari potensi fraud namun tetap cost-efficient dan cost-containment. Sungguh tidak mudah untuk dilakukan, terlebih jika tenaga medis terbiasa dengan budaya dan pola Fee For Service. Perlu adanya upaya yang sungguh-sungguh untuk dapat mewujudkan pelayanan prima secara cost-efficient.
Kurikulum yang kami susun untuk kegiatan pembelajaran Manajemen Casemix berdasarkan refferensi jelas dan best practice kegiatan dilapangan. Kegiatan ini dapat kami berikan dalam bentuk pelatihan atau pendampingan dan bimbingan teknis kepada Fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Kegiatan untuk Bimbingan Teknis dan Pendampingan terkait manajemen casemix antara lain :
- Telusur lapanan terkait alur, prosedur dan administrasi klaim untuk menemukan permasalahan dan memberikan rekomendasi perbaikan
- Pengambilan dan penyajian data internal guna keperluan Utilization Review untuk menilai kinerja RS dan potensi permasalahan dalam pemberian layanan dan memberikan rekomendasi untuk solusi
- Koding Klinis ; membantu staf terkait dalam hal diskusi/pelatihan khusus tentang koding diagnosis maupun prosedur medis sesuai kaidah ICD-10, ICD-9-CM, maupun Regulasi terkait INA CBGs
- Clinical Documentation Improvement ; memberikan pemahaman kepada dokter tentang Standar Dokumentasi Klinis yang diperlukan dalam rangka mendukung proses koding klinis dan pengajuan klaim.
- Utilization Review ; membantu manajemen dalam melakukan UR dan Analisis Data berbasis data Case-mix ataupun data SIM RS, dan merancang program optimalisasi klaim dan kendali mutu kendali biaya
- Koordinasi Antar Provider ; memberikan masukan atau pemahaman bagi seluruh staf RS terkait untuk melakukan sinergi pelayanan dalam mendukung pelaksanaan Koding Klinis, UR maupun penyusunan Klaim
- Persiapan Tim Teknologi Informasi ; jika diperlukan untuk memberikan masukan untuk pemanfaatan TI dalam manajemen klaim maupun UR.
- Manajemen Klaim ; melakukan telusur, revisi dan pengajuan kembali klaim pending/dispute guna memperoleh pembayaran
- Konsultasi selama dan setelah kegiatan pendampingan secara online
CLINICAL DOCUMENTATION IMPROVEMENT
Dokumentasi klinis adalah inti dari setiap pertemuan pasien. Agar bermakna, dokumentasi klinis harus jelas, konsisten, lengkap, tepat, andal, tepat waktu, dan dapat dibaca untuk secara akurat mencerminkan beban penyakit pasien dan cakupan layanan yang diberikan. Clinical Documentation Improvement (CDI) yang berhasil akan merepresentasikan data yang akurat dari status klinis pasien yang kemudian diterjemahkan ke dalam kode diagnosis klinis dan prosedur medis. Data koding kemudian diterjemahkan ke dalam pelaporan, kartu laporan dokter, penggantian biaya atau reimbursment, data kesehatan masyarakat, pelacakan dan tren penyakit, dan penelitian medis.
Konvergensi perawatan klinis, dokumentasi, dan proses pengkodean sangat penting untuk reimbursment yang tepat, skor kualitas yang akurat, dan pengambilan keputusan yang tepat untuk mendukung perawatan pasien berkualitas tinggi. Untuk itu, CDI berdampak langsung pada perawatan pasien dengan memberikan informasi kepada semua anggota tim perawatan serta mereka yang mungkin merawat pasien di kemudian hari.
Di Indonesia yang menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional dengan metode pembayaran prospektif, sangat menganjurkan agar CDI terlaksana di setiap fasilitas pelayanan kesehatan. dalam implementasinya, masih banyak dijumpai pencatatan dokumentasi klinis yang kurang lengkap dan kurang konsisten. hal ini menyebabkan pada saat proses reimbursment menjadi kurang lancar karena data klinis yang dikirimkan kepada pihak pembayar dirasa kurang merepresentasikan perawatan klinis yang dilaksanakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.
kami telah menyediakan kurikulum pembelajaran yang akan mengupas CDI khususnya peran dokter sebagai penanggungjawab pelayanan pasien dalam CDI. kegiatan pembelajaran ini biasanya berbentuk roundtable diskusi antara DPJP dengan petugas koder, Komite Medis, Manajemen, dan Tim Kendali Mutu Kendali Biaya. Durasi waktu kegiatn disesuaikan dengan kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan dengan durasi minimal 4 JPL.
Sehubungan dengan keadaan situasi Masa Pandemi COVID-19, maka kegiatan Fokus Grup Diskusi dilaksanakan dengan menggunakan Adaptasi Kebiasaan Baru yang meminimalisir Kontak Langsung maupun Pengumpulan Massa Secara Luring (Offline).
Hubungi Admin untuk Kerangka Acuan Kegiatan
IN HOUSE TRAINING
Sehubungan dengan keadaan situasi Masa Pandemi COVID-19, maka kegiatan In House Training dilaksanakan dengan menggunakan Adaptasi Kebiasaan Baru yang meminimalisir Kontak Langsung maupun Pengumpulan Massa Secara Luring (Offline).
Tema Kegiatan : Implementasi Koding Klinis dan Prosedur Medis berdasarkan kaidah ICD-10 & ICD-9-CM di Era JKN
Lama Kegiatan : 15 jam TM @ 45 menit
Sasaran Peserta Kegiatan :
- Koder / Perekam Medis
- Perawat (PJ Ruang, Ruang OK)
- PJ Laboratorium & Penunjang
- Case-Manager
- Verifikator Internal (Tim Pengendali JKN/Tim Casemix)
- PJ Farmasi
- PJ Billing (Adm Klaim & FPK)
- PJ SIM RS
Materi Kegiatan :
- Coding Fraud dan Problematika Dalam Implementasi Koding INA CBGs
- Pengenalan ICD-10 ; Struktur & Isi, Kode Khusus Dalam ICD-10
- Konvensi Tanda Baca dan Pedoman/Tata Cara Koding Morbiditas
- Pengenalan ICD-9-CM dan Koding Prosedur Medis
- Aturan Morbiditas : Pedoman Penulisan Diagnosis Utama
- Aturan Morbiditas : Pedoman Koding Morbiditas
- Aturan Reseleksi Morbiditas
- Permasalahan Terkait Dispute Klaim ; telaah kasus-kasus yang pending atau dispute
- Peningkatan Dokumentasi Klinis (CDI); kelengkapan dokumentasi klinis yang diperlukan untuk pengajuan klaim dan contoh kasus
- Penggunaan Aplikasi Utilization Review Berbasis Case-mix Untuk Kendali Mutu dan Kendali Biaya (Workshop)
Hubungi Admin untuk Kerangka Acuan Kegiatan
UTILIZATION REVIEW & DECISION SUPPORT SYSTEM BERBASIS JKN
Pembiayaan kesehatan di era JKN dilakukan melalui Badan Penyelenggara, dengan pola pembayaran prospektif berbasis Case-mix yang bertujuan untuk mendorong peningkatan mutu, layanan berorientasi pasien, dan efisien dengan tidak memberikan reward terhadap provider yang melakukan over treatment, under treatment maupun adverse event.
Kami telah menyusun kurikulum untuk meningkatkan pemahaman kepada petugas kesehatan untuk melakukan utilization review dan membuatkan alat bantu yang akan memudahkan petugas dalam pengambilan keputusan. system pembelajaran dapat kami berikan secara daring maupun luring.
PENYUSUNAN SISTEM REMUNERASI DAN PAK
Urgensi remunerasi bagi rumah sakit (RS) dituangkan dalam pasal 30 ayat (1) huruf b. UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa “Setiap rumah sakit mempunyai hak : menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan remunerasi, insentif, dan penghargaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Besarnya perhatian dalam pemberian remunerasi di RS tentunya tidak terlepas dari kenyataan bahwa pemberian jasa pelayanan merupakan bentuk remunerasi yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja kualitas pelayanan kepada masyarakat dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Seiring dengan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bentuk Jaminan Kesehatan yang terdapat dalam SJSN per 1 Januari 2014 semua program jaminan kesehatan yang telah dilaksanakan pemerintah diintegrasikan dalam satu Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan (BPJSK). Pembayaran dalam program ini adalah secara Prospektif dengan menggunakan Tarif INA CBG’s, yaitu tarif pembayaran paket perdiagnosa. Dampaknya adalah pembayaran jasa pelayanan berdasarkan fee for service akan menimbulkan beberapa kendala, seperti misalnya : sulit untuk mengidentifikasi besaran jasa yang harus diberikan kepada individu pelaksana, hal ini disebabkan biaya yang dibayar oleh BPJSK adalah paket perdiagnosa bukan per tindakan.
Menyikapi hal tersebut pembayaran jasa pelayanan berdasarkan kinerja pelaku layanan hadir sebagai solusi. Pendekatan kinerja sebagai instrumen pembagian jasa pelayanan dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan pembagian jasa pelayanan antara kelompok dokter, paramedis perawat/non perawat, tenaga administratif serta tingkatan manajer rumah sakit, sekaligus sebagai upaya untuk memastikan bahwa tugas-tugas seluruh stakeholder internal RS dapat terselenggara dengan baik sesuai target mutu yang dicanangkan.
kami siap memberikan pelatihan dan pendampingan kepada fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat menyusun sistem remunerasi berbasis kinerja.
PENYUSUNAN UNIT COST & TARIF PELAYANAN
Rumah sakit saat ini dituntut menerapkan konsep manajemen dengan baik dalam rangka praktek bisnis yang sehat agar menjadi organisasi yang cost effective, tanpa meninggalkan mutu dan fungsi sosial yang diembannya. Hal ini seiring dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah diimplementasikan dan diselenggarakan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai per 1 Januari 2014. Dalam pelaksanaan JKN, tentunya menuntut adanya “Kendali mutu dan Kendali biaya” pada tingkat fasilitas kesehatan yang harus dilakukan oleh fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan (Permenkes RI Nomor 71 Tahun 2013). Kendali biaya yang dilakukan oleh fasilitas Kesehatan (rumah sakit) dapat dilakukan dengan baik apabila telah diketahui biaya satuan (unit cost) dari pelayanan kesehatan yang diberikan. Selain untuk kendali biaya, unit cost dapat digunakan sebagai dasar penentuan tarif bagi pasien umum non BPJS Kesehatan, untuk penyusunan tarif yang akan dibandingkan dengan tarif INA CBGs, dan untuk mafaat lainnya.
Rumah Sakit Pemerintah, BUMN dan swasta merupakan bagian dari jenis rumah sakit di Indonesia tentunya juga berpedoman pada undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Undang-undang ini mengamanahkan bahwa rumah Sakit BUMN dan swasta harus dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit. Bagi rumah sakit pemerintah, undang-undang ini mengamanahkan bahwa rumah sakit pemerintah harus dikelola dengan berbentuk Badan Layanan Umum (BLU). Inti dari BLU adalah fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan, dan praktek bisnis yang sehat yaitu operasional rumah sakit dengan kaidah manajemen. Rumah sakit BUMN dan Swasta tentunya patut mengacu pada pola pengelolaan sejenis BLU tersebut untuk mencapai kemandirian dalam pengelolaan rumah sakit.
Undang-undang No. 44 Tahun 2009 juga menjelaskan bahwa pola tarif nasional ditetapkan berdasarkan komponen biaya satuan pembiayaan (unit cost). Peraturan pemerintah No. 74 Tahun 2012 tentang perubahan atas PP No. 23 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan BLU menjelaskan bahwa imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan ditetapkan dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan. Permenkes No. 85 Tahun 2015 tentang Pola Tarif Nasional Rumah Sakit juga menjelaskan bahwa tarif rumah sakit dihitung atas dasar unit cost dari setiap jenis pelayanan. Merujuk pada undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan menteri kesehatan di atas, tentunya rumah sakit BUMN juga perlu menetapkan tarif khususnya untuk pasien umum non BPJS Kesehatan dan pasien BPJS Kesehatan bila naik kelas yang didasarkan pada unit cost, untuk perbandingan tarif rumah sakit dengan tarif INA CBGs.
Pada era JKN ini, unit cost merupakan alat penting dalam kendali biaya dan sebagai dasar evaluasi tarif INA CBGs. Saat ini sudah menjadi kebutuhan bagi rumah sakit untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan harus mengikuti sistem penggantian biaya atau klaim berdasarkan Indonesian - Case Based Groups (INA-CBG’s) yang memunculkan permasalahan yaitu masih ada beberapa tarif yang memiliki jumlah klaim yang relatif kecil dibanding tarif riil (berdasarkan kebutuhan operasional). Konsekuensi menanggapi permasalahan yang ada, maka rumah sakit sebagai pelaksana dituntut untuk lebih bijak mengelola keuangan dengan pola INA-CBG’s. Dimana rumah sakit harus memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien tanpa mengurangi mutu. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengidentifikasi seluruh aktivitas jasa pelayanan yang ada di rumah sakit sehingga biaya yang dikeluarkan dapat dievaluasi sesuai klaim tarif yang telah ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Rumah sakit tidak bisa menghindar dari tarif INA CBGs, dengan demikian rumah sakit dituntut untuk berupaya bagaimana agar tidak merugi dengan tarif INA CBGs atau menekan seminimal mungkin bagi tarif INA CBGs yang sangat relatif rendah dibandingkan biaya operasional.
Dengan demikian unit cost, tarif dan mutu pelayanan merupakan komponen penting di rumah sakit yang terkait dengan berbagai pihak yaitu pemilik, manajemen rumah sakit dan masyarakat. Sebuah dilema bagi rumah sakit antara biaya pelayanan kesehatan yang semakin tinggi, sedangkan tarif yang diberlakukan harus kompetitif, dan tuntutan mutu pelayanan yang baik. Perlu dibuatkan terobosan untuk sebuah strategi yang sifatnya saling menguntungkan (win win solution). Pada satu sisi, rumah sakit diharapkan bisa memberikan pelayanan yang bermutu kepada pasien peserta JKN dengan penggantian biaya yang belum tentu bisa menutup biaya pelayanan kesehatan. Di sisi lain, rumah sakit dituntut untuk efisien sehingga biaya kesehatan bisa dikendalikan dengan baik (cost contaiment), memperoleh profit yang maksimal, kepuasan pelanggan meningkat, dan pelayanan yang bermutu. Tools untuk mencapai strategi tersebut adalah diawali dengan analisis biaya pelayanan rumah sakit dengan melakukan penghitungan unit cost. Hal ini juga berlaku pada puskesmas dan klinik.
Unit cost adalah besaran biaya satuan dari setiap kegiatan pelayanan yang diberikan rumah sakit, yang dihitung berdasarkan standar akuntasi biaya rumah sakit atau fasilitas kesehatan tertentu. Metode yang paling tepat untuk menghitung unit cost di atas adalah metode activity based costing (ABC), karena metode dapat menghitung besaran biaya yang diperlukan untuk setiap satu satuan pemeriksaan/tindakan/pelayanan. Di samping itu, penghitungan unit cost dengan metode activity based costing (ABC) dapat menghitung secara riil, detail dan tertelusur pada masing-masing produk layanan sesuai kondisi rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain.
Beberapa permasalahan yang dialami oleh rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain di berbagai daerah yaitu belum dilakukan perhitungan biaya satuan (unit cost) dengan menggunakan metode activity based costing (ABC). Perhitungan biaya satuan (unit cost) di beberapa rumah sakit fasilitas kesehatan lain belum dilakukan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kurangnya keterampilan dan pengetahuan mengenai perhitungan biaya satuan (unit cost), beban kerja tenaga manajemen rumah sakit fasilitas kesehatan lain yang tinggi dan terbatasnya waktu untuk melakukan perhitungan unit cost.
Oleh karena itu, kami memberikan pelayanan berupa pelatihan dan pendampingan bimbingan teknis sesuai kebutuhan RS. pada kegiatan pelatihan kita akan memberikan kiat2 dan sepenuhnya unit cost disusun oleh pihak RS. untuk kegiatan pendampingan dan bimbingan teknis, kita akan memberikan ilmu untuk penghitungan unit cost dan membantu sepenuhnya RS dalam menyiapkan data dan menyusun perhitungan unit cost.